Induktif Benar dan Deduktif Salah
Dalam sebuah penelitian yang paling dasar yang harus
diperhatikan dalam berfikir adalah : metode berfikir yang menggunakan
metode Deduktif sangat berbahaya karena dapat memicu munculnya Dogma,
Subjektifitas, Salah Tafsir, Menghayal, Mengira-ngira, dan Kaburnya
Pandangan. Metode berfikir seharusnya dilakukan dengan cara Induktif.
Metode berfikir ada dua yaitu Deduktif dan Induktif, metode
Deduktif adalah metode yang memaparkan hal yang umum terlebih dahulu
kemudian disusul oleh penjabarannya dalam bentuk khusus. Sebaliknya,
metode Induktif dilakukan dengan cara memaparkan terlebih dahulu hal-hal
yang berbau khusus kemudian diambillah sebuah kesimpulan.
Untuk meneliti apapun itu pertama yang dilakukan adalah menjabarkan premis sebanyak dan selengkap-lengkapnya kemudian baru setelah itu diambil sebuah kesimpulan yang mencakup seluruh premis yang ada secara tak terkecuali, jika kesimpulan bertentangan dengan salah satu premis maka kesimpulan itu tidak valid.
Dalam Penelitian Tak Ada Kata Dogma
Dogma hanya berasal dari insting, pengalaman, subjektifitas dan sebagainya, dogma bersifar saklek dan terkesan (sangat benar, paling benar, pasti benar). Mengingat bahwa alam semesta tak terbatas, sangat dinamis dan multi dimensi maka tak ada tempat bagi dogma.
Untuk meneliti apapun itu pertama yang dilakukan adalah menjabarkan premis sebanyak dan selengkap-lengkapnya kemudian baru setelah itu diambil sebuah kesimpulan yang mencakup seluruh premis yang ada secara tak terkecuali, jika kesimpulan bertentangan dengan salah satu premis maka kesimpulan itu tidak valid.
Dalam Penelitian Tak Ada Kata Dogma
Dogma hanya berasal dari insting, pengalaman, subjektifitas dan sebagainya, dogma bersifar saklek dan terkesan (sangat benar, paling benar, pasti benar). Mengingat bahwa alam semesta tak terbatas, sangat dinamis dan multi dimensi maka tak ada tempat bagi dogma.
Pentingnya Netralitas
Manusia mempunyai sisi insting, emosi, perasaan, hayalan,
subjektifitas dan sebagainya dan di sisi lain manusia mempunyai sisi
logika, nalar, rasio, objektifitas dan sebagainya. Manakah yang harus
dipilih? atau lebih condong kemanakah kita seharusnya? Sebaiknya kita
tak terlalu terikat dengan salah satu sisi tetapi kita tetap netral dan
merangkul kedua sisi.
Alam semesta luas tak terbatas dan sangat dinamis, tak ada istilah
tetap atau fix di dunia ini. Sementara itu indra kita adalah sesuatu
yang serba terbatas. Kita hanya bisa mendengar suara dalam range
frekwensi tertentu saja sementara range frekwensi yang ada di alam ini
besarnya tak terbatas, frekwensi radio dapat ditangkap oleh radio tapi
tak dapat ditangkap oleh indera kita. Jadi jika kita hanya terpaku pada
satu titik di dalam suatu rentang yang tak terbatas maka kemungkinan
untuk membuat suatu kesalahan menjadi sangat besar.
Keterikatan dan Keantian Menghadirkan Kebutaan
Sebuah keterikatan selalu menghadirkan kebutaan, terikat pada salah
satu sisi bukanlah sebuah tindakan yang bijaksana. Contohnya seseorang
yang sangat terikat pada partainya dan sangat anti pada partai rivalnya,
sebut saja namanya Mr.X jika ada informasi yang mengatakan kalau salah
satu teman separtainya Mr. X korupsi maka Mr. X akan sulit untuk
mempercayainya, begitu juga jika ada orang yang berasal dari partai
rivalnya diinformasikan korupsi maka Mr. X akan curiga dan menuduh
rivalnya itu secara berlebihan. Sedangkan pada kenyataanya, teman dan
rivalnya Mr. X memang benar korupsi. Keterikatan yang sangat tinggi tak
jauh berbeda dengan Anti yang sangat tinggi. Kedua hal itu sama-sama
membutakan daya pandang kita.
Terlalu Subjektif itu Cenderung Membuat Kita Keliru
Subjektifitas itu cenderung menjerumuskan orang untuk tertipu dan
keliru, misalnya Mr. X sangat percaya dengan Mr. Y karena mereka sudah
lama kenal. pada suatu ketika Mr. Y terbelit hutang dan sangat
membutuhkan uang, Mr. Y meminjam uang kepada Mr. X. Mr. X memberikan
saja Mr. Y meminjam uang dalam jumlah yang besar karena Mr. X memiliki
feeling kalau Mr. Y tak akan berani menipu. tapi ternyata Mr. Y kabur
dan tinggal di tempat lain. Contoh yang lain, misalnya si John sering
berbohong dan menipu, ketika ada sesuatu barang yang hilang maka semua
akan mecurigai si John, bahkan ada yang tanpa bukti langsung menuduh si
John yang mencuri padahal sesungguhnya bukan dia yang mencurinya. Dalam
meneliti sesuatu kita harus benar-benar mempunyai bukti.
Terlalu Objektif Membuat Kita Kaku
Terlalu objektif juga tidak bagus. Mengingat bahwa alam semesta
tak terbatas luas dan dimensinya maka terpaku pada hanya pada apa yang
indera kita bisa jangkau dan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran
bukanlah sesuatu yang bijak. Mungkin saja hantu itu ada yaitu merupakan
sebuah badan astral, mungkin saja hukum karma itu ada, mungkin saja
kalau pamali itu memang benar dan mempunyai pola jika diuji dengan
menggunakan statistik. Ada banyak hal yang berada di luar jangkauan
indra kita.
Mata Melihat Apa Yang Ingin Dilihat
Mata kita atau persepsi kita cenderung melihat apa yang ingin
kita lihat, sedangkan yang tak ingin kita lihat kita abaikan atau
menjadi samar-samar. Seperti misalnya contoh, kita biasanya menaruh
kunci di atas lemari namun pada suatu saat karena suatu dan lain hal
kita menaruhnya di atas lantai, ketika kita tergesa-gesa dan ingin
segera mengambil kunci, kita meraba-raba diatas lemari namun tak
ketemu-ketemu. Kemudian datang teman kita dan dia bertanya "apa yang kau
cari?", "kuci motor". dia melihat ke lantai dan menunjukkan kuncinya.
Padahal mata kita sebelum kita mencari kunci itu sudah melihat kunci itu
atau dengan kata lain bayangan sinar matahari atau lampu sudah memantul
lewat kunci itu dan mengenai mata kita namun kita tak menyadari itu
karena yang ada di persepsi kita kalau kunci itu ada di atas lemari.
Merasa Sudah Tahu Mutlak : Tak Dapat Menerima Informasi Tambahan
Persepsi itu seperti sebuah kendi. Jika dia merasa sudah tahu
betul maka kendi itu penuh berisi air, jika dia merasa belum tahu maka
kendi itu kosong, jika dia mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar
maka kendi itu kosong dan kering. Jika kendi sudah penuh maka orang
tersebut sedang mabuk ego dan sulit untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
baru yang lebih inovatif, sangat sulit untuk memasukkan air ke kendi
tersebut. jika kendi itu berisi sedikit atau kosong maka dia dapat
menyerap ilmu baru atau kendi itu bisa diisi air dan jika kendi itu
kering maka air itu bukan hanya bisa dituangkan ke dalam kendi tapi juga
dihisap.
No comments:
Post a Comment